Rabu, 28 November 2007

Tuhan Yesus Setia dan Bukan Pemaksa

Wahyu 3:20 Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.

Coba anda lihat gambar di samping yang memperlihatkan Tuhan Yesus sedang mengetuk pintu rumah orang Yahudi. Lihat ternyata pintu rumah orang Yahudi tidak memiliki grendel di bagian depannya, sehingga tamu/pendatang tidak dapat membuka pintu rumah dari depan, dan masuk dengan bebas ke dalam.

Dalam Why 3:20 dikatakan bahwa bila ada orang yang mendengar dan membukakan pintu, maka Tuhan Yesus akan masuk, duduk dan makan bersama dengan orang itu. Sekarang marilah kita lihat apa yang terjadi bila pintu tidak ada yang membukakan. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu :
Tuhan Yesus mendobrak untuk masuk ke dalam.
Tuhan Yesus pergi, karena tidak ada yang membuka.
Tuhan Yesus terus mengetuk sampai ada orang yang mendengar.

Alternatif pertama, tidak akan dilakukanNya, karena manusia memiliki kebebasan, dan Allah tidak akan memaksakan kehendakNya pada manusia. Alternatif kedua juga tidak dilakukanNya, karena Dia adalah Allah yang setia. Tuhan Yesus tidak seperti yang digambarkan Bimbo dalam lagu Tuhan, yang berbunyi :”Aku dekat Engkau dekat, aku jauh, Engkau jauh”. Menurut iman Kristen, bila kita jauh karena berdosa, maka Allah tetap setia, bahkan Ia selalu mendekati/menghampiri kita.


Dia akan terus menanti dengan setia. Jadi yang dilakukan Tuhan Yesus adalah alternatif ke tiga.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Blognya Menarik. akan saya tunggu updates berikutnya.
Salam kenal.

GBU

FARIS WANGGE mengatakan...

JEJAK PERJALANAN USKUP SAN
(Sebuah Catatan Lengkap Hasil Perjalanan Jurnalistik Ke Flores NTT, Jelang Tabhisan)

DI TAHUN keenam usia perkawinan pasutri Roben Robo dan Katharina No’o Nere, kembali dikarunia seorang anak. Betapa bahagianya mereka, terutama sang Kakek. Chum Kin San, sang Kakek sungguh menantikan peristiwa ini. Ia lalu menitahkan, agar sang cucu memiliki nama, yang sama dengan dirinya. Maka dinamai bayi itu, Tung Kiem San.
Dalam usia yang masih balita, San sudah bersekolah, “sekolah ikut-ikut”, istilah ibunya. Ia sering diajak oleh seorang guru, bernama Guru Lena. Menurut cerita ibunya, pernah suatu ketika, dikala San masih berusia tiga tahun, San terkena penyakit di sekitar daun telinganya. Segala macam obat, seperti penysilin, telah dicoba tetapi penyakit tersebut tak kunjung sembuh, karena penyakitnya ini San kerap dipanggil “Soso Moso”.

(Simak Catatan Lengkap Dalam BUKU KENANGAN TABHISAN MGR DR SILVESTER SAN, PR – Faris Wangge)