Minggu, 17 Februari 2008

KuasaMu Sungguh Luar Biasa ...

Kemarin waktu melihat-lihat isi harddisk di komputer saya, saya menemukan sebuah file film .flv yang pernah saya download dari http://www.youtube.com/watch?v=G1QaCeosUmw yang ternyata sungguh luar biasa. Dalam video tersebut dikisahkan seorang anak bernama Ben yang pada usia 3 tahun mengalami kanker mata, sehingga dengan terpaksa ke dua bola matanya harus diangkat, sehingga ia menjadi anak yang buta.

Ben berkata kepada ibunya : “Bu, sekarang saya tidak dapat melihat apa-apa lagi !”. Ibunya mengatakan : “Ben, kamu masih dapat melihat dengan menggunakan tangan”, lalu sang ibu menggenggam tangan Ben dan meletakkan dimukanya. “Kamu juga dapat melihat dengan menggunakan hidungmu untuk mencium dan menggunakan telingamu untuk mendengar sesuatu.”

Dan sungguh ajaib suatu hari Ben mengatakan pada ibunya bahwa di depan ada gedung yang tinggi, padahal ia belum pernah diajak ke tempat tersebut sebelumnya. Sejak saat itu Ben dapat mendengarkan pantulan suara-suara dari berbagai benda yang ada di sekelilingnya. Ia dapat turun dari loteng rumahnya seperti orang normal, tanpa pegangan rail tangganya. Ia dapat memasukkan bola baske ke keranjangnya, bahkan ia dapat naik sepeda ke jalan raya.

Walaupun Ben menggunakan bola mata palsu, tetapi ternyata ia tetap dapat melihat secara luar biasa. Semua ini semata-mata karena kasih dan kuasa Tuhan yang sangat luar biasa. ...

Makna Cap Go Meh bagi Umat Katolik

Perayaan Cap Go Meh itu ternyata banyak kembangannya. Perayaan di Indonesia mungkin sudah berbeda dengan perayaan di Taiwan, Hongkong, atau RRC sekali pun. Dalam seminar Cap Go Meh yang diselenggarakan PDPKK St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada hari Kamis, 14 Februari 2008, Rm. Hendra Suteja, SJ mengatakan bahwa sebenarnya perayaan Cap Go Meh itu merupakan perayaan hadirnya terang / bulan purnama yang pertama setelah musim semi (Imlek), yang dirayakan dengan makan onde yang berisi wijen, memasang lentera beraneka ragam, memasang kembang api dan petasan. Semua aktivitas tersebut dapat dengan leluasa diikuti oleh seluruh umat Katolik. Kita boleh berperan serta dalam kebahagiaan umat lain (Kong Hu Cu dan Budha) yang sedang merayakan Cap Go Meh tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata perayaan Cap Go Meh mulai terkait dengan mengundang ‘Dewa Kemakmuran’ untuk datang memberikan rejeki kepada umat-umat yang menantikannya di bumi. Di Bogor khususnya juga ada perayaan injak bara, potong lidah, gotong Toa Pe Kong dan lain-lain. Perayaan yang seperti ini boleh ditonton, tapi tidak boleh diikuti, terutama potong lidah dan injak bara.

Waktu ditanya apakah umat Katolik boleh tidak menggotong Toa Pe Kong. Rm. Hendra dengan tenanga menjawab, bahwa selama intensi kita murni, ya ga apa-apa ikut menggotong karena tujuannya hanya untuk meramaikan. Tetapi jangan punya maksud … ah saya mau menggotong, jangan-jangan (atau siapa tahu) nanti saya dapat rejeki. Nah kalau ada maksud / intensi yang seperti ini bisa berbahaya. Janganlah ikut menggotong.

Artinya kalau kita memiliki iman yang kuat, silahkan ikut, tetapi bila tidak sebaiknya jangan !

Di Surga Sekarang

Artikel ini saya peroleh dari milis Shekinah_sep yang dikirimkan oleh ibu Lenny Indah.


Saya berdiri di sana dengan sembunyi-sembunyi, seorang pendeta Protestan dalam pakaian preman, menyelinap masuk ke bagian belakang sebuah kapel Katolik di Milwaukee untuk menyaksikan Misa Kudus saya yang pertama. Rasa ingin tahu telah membawa saya kesana, dan saya masih ragu bahwa ini adalah rasa ingin tahu yang sehat.
Selama mempelajari tulisan-tulisan umat Kristen perdana, saya menemukan referensi yang tak terhitung banyaknya kepada "LITURGI", "EKARISTI", "KURBAN".

Bagi umat Kristen perdana tersebut, Alkitab, buku yang paling saya cintai, tidak bisa terlepaskan dari acara ritual yang sekarang ini oleh umat Katolik disebut sebagai "Misa Kudus".

Saya ingin memahami pemikiran umat Kristen perdana, akan tetapi saya tidak punya pengalaman sedikitpun menyangkut liturgi. Jadi saya membujuk diri saya sendiri untuk pergi dan melihat, semacam latihan akademis, tetapi dengan tetap bersikeras bahwa saya tidak akan berlutut ataupun ikut mengambil bagian dalam penyembahan berhala ini.

Saya mengambil tempat duduk di bagian yang terlindung, di barisan yang paling belakang dari kapel di lantai dasar tersebut. Di depan saya ada sekelompok umat Katolik yang lumayan jumlahnya, laki-laki dan perempuan dari segala umur. Sikap mereka sewaktu berlutut mengesankan saya, seperti juga agaknya konsentrasi mereka sewaktu berdoa. Kemudian sebuah bel berbunyi dan mereka semua berdiri ketika imam (romo/ father) muncul dari pintu yang terletak di samping altar.

Tidak tahu mesti berbuat apa, saya tetap duduk. Selama bertahun-tahun sebagai evangelis dari aliran Calvinis, saya telah diajarkan untuk percaya bahwa Misa Kudus adalah penghinaan terbesar yang dilakukan oleh manusia (terhadap iman Kristiani).
Saya telah diajarkan bahwa Misa Kudus adalah ritual yang dibuat untuk "mengurbankan kembali Yesus Kristus." Jadi saya akan tetap sebagai seorang pengamat. Saya akan tetap duduk dengan Alkitab saya terbuka di samping saya.

DIPENUHI AYAT-AYAT ALKITAB

Akan tetapi, sewaktu Misa berlangsung sesuatu membuat saya tersadar. Alkitab saya tidak hanya berada di samping saya. ALKITAB BERADA DI DEPAN SAYA - DALAM KATA-KATA DALAM MISA KUDUS!
SATU AYAT DARI KITAB YESAYA, SATU LAGI DARI KITAB MAZMUR, SATU LAGI DARI SURAT RASUL PAULUS. Pengalaman ini SUNGGUH LUAR BIASA!
Saya ingin menghentikan mereka dan berteriak, "HEI, BOLEHKAH SAYA MENJELASKAN APA YANG SEDANG TERJADI DISINI DARI KITAB SUCI? INI
SUNGGUH-SUNGGUH HEBAT !!!"
Tetapi, saya tetap menjaga status saya sebagai pengamat.
Saya tetap berada di luar lapangan sampai saya mendengar imam mengucapkan kalimat konsekrasi: "INILAH TUBUHKU.... INILAH PIALA DARAHKU."

Lantas saya merasakan bahwa segala keragu-raguan saya sirna sudah. Sewaktu saya melihat imam mengangkat hosti yang berwarna putih tersebut, saya merasakan suatu doa mencuat dari dari dalam hati saya dalam sebuah bisikan: "YA TUHANKU DAN YA ALLAHKU. SUNGGUH-SUNGGUH ENGKAULAH ITU!"

Mungkin anda bisa menyebut keadaan saya pada waktu itu seperti orang tuna-daksa, terkesima tak mampu berbuat apa-apa. Saya tidak bisa membayangkan kesukacitaan yang lebih besar daripada apa yang telah diperbuat oleh kata-kata tersebut terhadap saya.
Akan tetapi pengalaman itu semakin memukau hanya sejenak berikutnya, ketika saya mendengar seluruh umat mengucapkan: "ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH..... ANAK DOMBA ALLAH....," dan sang imam menjawab, "INILAH ANAK DOMBA ALLAH......." sambil mengangkat HOSTI itu.

Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, kalimat "ANAK DOMBA ALLAH" telah
bergema empat kali. Selama bertahun-tahun mempelajari Alkitab, saya dengan serta-merta tahu dimana saya berada saat ini.
SAYA SEDANG BERADA DALAM KITAB WAHYU, dimana Yesus dipanggil dengan
sebutan ANAK DOMBA tidak kurang dari dua puluh delapan kali sepanjang dua puluh dua pasal dalam Kitab Wahyu. Saya sedang berada di PERJAMUAN KAWIN yang dijelaskan oleh Rasul Yohanes pada bagian akhir kitab yang terakhir dari Alkitab.
Saya sedang berada di hadapan TAHTA SURGA, dimana Yesus dipuji-puji untuk
selama-lamanya sebagai ANAK DOMBA. Saya sungguh tidak siap untuk menerima kenyataan ini, SAYA SEDANG BERADA DALAM MISA KUDUS !!!

DEMI ASAP SUCI !!!

Saya kembali menghadiri Misa pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya dan pada hari berikutnya. Setiap kali saya kembali, saya akan "menemukan" lebih banyak lagi Kitab Suci terpenuhi di depan mata kepala saya. Akan tetapi tidak ada kitab lain yang lebih nyata bagi saya, di kapel yang agak remang-remang tersebut, selain Kitab Wahyu, yang menggambarkan para malaikat dan orang kudus menyembah di surga.
Seperti di dalam kitab Wahyu, demikian juga pula di dalam kapel itu, saya melihat IMAM YANG MEMAKAI JUBAH, sebuah ALTAR, KONGREGASI UMAT yang
berseru "KUDUS, KUDUS, KUDUS!". Saya melihat kepulan ASAP DUPA.
Saya mendengar SERUAN PARA MALAIKAT DAN ORANG KUDUS. Saya sendiri ikut menyanyikan Alleluya, karena saya telah ditarik lebih dalam lagi daripada sebelumnya ke dalam ibadat ini. Saya terus duduk di bangku bagian belakang dengan Alkitab, dan saya nyaris tidak tahu harus memperhatikan yang mana - kepada peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu atau kepada aksi yang terjadi di altar. Makin lama, keduanya makin tampak menyerupai satu dengan yang lain.

Saya membenamkan diri dengan semangat baru yang meluap-luap untuk mempelajari Kristen pada awalnya dan saya menemukan bahwa uskup-uskup yang paling pertama, yaitu para BAPA GEREJA, telah mendapatkan "penemuan" yang sama seperti yang saya
dapat setiap pagi (sewaktu menghadiri Misa Kudus).


Mereka berpendapat bahwa KITAB WAHYU adalh KUNCI BAGI LITURGI dan bahwa
LITURGI adalah KUNCI BAGI KITAB WAHYU. Sesuatu yang sangat luar biasa sedang terjadi terhadap saya sebagai seorang teolog dan umat Kristen. Buku dalam Alkitab yang bagi saya paling sulit dimengerti - yaitu Kitab Wahyu - saat ini justru menerangi ide-ide yang paling fundamental dari iman Kristen: ide tentang PERJANJIAN sebagai ikatan yang kudus keluarga Allah.


Lebih jauh lagi, aksi yang sebelumnya saya anggap sebagai penghinaan terbesar terhadap Allah, yaitu Misa Kudus, sekarang justru adalah ritual yang mengokohkan PERJANJIAN DENGAN ALLAH.

"INILAH PIALA DARAHKU, DARAH PERJANJIAN YANG BARU DAN KEKAL".

Saya sungguh merasa kewalahan dengan segala hal yang baru ini. Selama bertahun-tahun saya telah mencoba untuk memahami Kitab Wahyu sebagai semacam pesan rahasia yang tersembunyi tentang hari kiamat, tentang penyembahan di surga yang nun jauh, tentang sesuatu yang tidak bisa dialami oleh umat Kristen selama mereka masih di dunia ini.
Sekarang, setelah dua minggu menghadiri Misa setiap harinya, saya merasa ingin bangkit berdiri selama liturgi berlangsung dan berseru, "PERHATIAN SEMUANYA !!! KALAU BOLEH SAYA INGIN MEMBERITAHUKAN DIMANA ANDA BERADA
SEKARANG INI DALAM KITAB WAHYU !!! LIHAT PASAL EMPAT AYAT DELAPAN. ANDA SEKARANG SEDANG BERADA DI SURGA !!!"

---------------------------------

Disadur dari buku "The Lamb's Supper" karangan Prof. Dr. Scott Hahn.
Beliau dulunya adalah seorang pendeta denominasi Prebyterian, yang sangat brilian, yang lewat studi Alkitab, percaya bahwa Gereja Katolik sebagai Gereja yang didirikan Yesus Kristus sendiri, tiang dan pondasi kebenaran.
Beliau masuk Katolik pada pertengahan 1980-an dan buku-bukunya maupun kesaksiannya merupakan kaset/buku terlaris di Amerika Serikat dan terus menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang mengikuti jejak langkahnya ke dalam Gereja Katolik.
Diterjemahan oleh Jeffry Komala

Sabtu, 09 Februari 2008

Pedoman Kekudusan

Jangan Lakukan (Don’t)

  • Menyukai DUKUN (Duit, Kuasa, dan Nikmat)
  • Hindari DANGDUTAN (Daging, Dunia dan Setan)
  • Menyukai HARTAWAN (Harta, Tahta dan Wanita)
  • Selalu SENDU (Senang Duit)
  • Dilarang HITAM (Hina Terhadap Musuh) dan MERAH (Membuat Marah)
  • Jangan pakai SEDAN (Selalu Dunia Akhirat Nanti) atau MOBIL (Materi, Otoritas, Bisnis dan Ilmu)
  • Marah

Lakukan (Do)

  • Jadilah SANGKULI (Sangkal Diri, Pikul Salib, Ikuti Yesus)
  • Perbanyak DUIT (Doa, Usaha, Iman dan Takwa)
  • Selalu PUTIH (mamPU Terus mengasIHi)
  • Gunakan DOKAR (Doa dan Karya)
  • Ramah

Semangat Membaur

Dalam kehidupan bernegara, dikatakan bahwa orang Kristen tidak mau membaur dan bersama-sama membangun negara ini. Bila dilihat dari suku bangsa, sering dikatakan bahwa orang Cina tidak pernah berbaur dengan penduduk asli Indonesia. Di Gereja Katolik sendiri pun sering dikatakan bahwa ada kelompok tertentu yang merupakan kelompok eksklusif yang tidak mau membaur dengan Gereja. Apakah semua ini benar dan bagaimana tindakan yang harus kita lakukan?

Marilah kita lihat pembauran dalam Gereja Katolik sendiri. Gereja Katolik memiliki kekayaan yang luar biasa, dari segi seni musik, lagu, kegiatan rohani yang tercermin dalam berbagai kelompok kategorial yang ada. Semua menggambarkan keanekaragaman Gereja Katolik, bahkan bahasa dan budaya daerah setempat pun dapat diadaptasi ke dalam perayaan Ekaristi, sehingga menggambarkan ciri khas daerah itu.

Tetapi anehnya ada beberapa kelompok kategorial yang keberadaannya belum dapat diterima, salah satunya adalah kelompok Karismatik Katolik. Banyak tokoh-tokoh Gereja (antara lain Pastor dan anggota Dewan Paroki) yang terkesan anti terhadap kelompok ini. Bagi mereka (maaf ini hanya oknum), kelompok Karismatik itu adalah kelompok orang-orang aneh yang eksklusif. Mereka alergi terhadap kegiatan persekutuan doa Karismatik yang ‘aneh’ dan dinilai tidak ‘liturgi’ (padahal memang kegiatan persekutuan doa itu bukan perayaan Ekaristi yang memang harus mengikuti tata cara liturgis tertentu). Ada Romo yang selalu menolak bila diminta untuk memberikan renungan di persekutuan doa, dan ada juga anggota Dewan Paroki yang menolak kegiatan berbau karismatik di lingkungannya. Padahal sebenarnya kegiatan Karismatik sendiri telah lebih dari 40 tahun diakui Gereja Katolik, dan keberadaannya di Indonesia sendiri sudah lebih dari 30 tahun.

Sekarang marilah kita bandingkan dengan gerakan sekelompok massa dari Cianjur, Bandung, dan Tasik yang beberapa hari lalu (pertengahan Juli 2007) mengepung Lembah Karmel di Cikanyere. Mereka menolak dilaksanakannya Konvensi Internasional KTM disana. Pada intinya mereka tidak menginginkan adanya kegiatan rohani lain yang tidak sesuai dengan iman mereka, karena itu dengan segala cara mereka menentang keberadaan Lembah Karmel. Jelas hal ini tidak menggambarkan suatu persatuan, tidak ada pembauran antara umat satu agama dengan umat beragama lain. Padahal kita tahu bahwa dasar negara kita adalah Pancasila, yang memberikan kebebasan beragama bagi seluruh penduduknya. Tapi kenyataannya, anda tahu sendiri kan.

Apakah dalam bentuk yang lebih halus, penolakan ‘oknum’ Gereja terhadap kegiatan suatu kelompok kategorial berbeda dengan kegiatan umat yang mendemo di Cikanyere tersebut? Para tokoh ini dengan sengaja ‘menghambat’ (bukan menentang) kegiatan kelompok tertentu (yang sebenarnya diakui oleh Gereja Katolik), karena mereka menganggap kelompok tersebut ‘berbeda’ dengan pandangan/kelompok saya. Hal ini jelas menghambat semangat pembauran di dalam Gereja sendiri. Untuk itu marilah seluruh tokoh Gereja Katolik (di Indonesia, di Keuskupan Bogor, dan khususnya di Katedral Bogor) untuk mengayomi dan membina semua kelompok yang ada. Contoh menarik yang dapat ditiru adalah pendapat salah seorang Pastor Kepala Paroki : ”Sebagai Pastor Kepala Paroki, saya harus mengayomi, membina dan memperlakukan setiap kelompok kategorial dengan sama, walaupun mungkin secara pribadi saya tidak terlalu ‘sreg’ dengan suatu kelompok tertentu !”.

Salah satu prinsip pembauran adalah menghargai perbedaan yang ada. Membaur bukan berarti membuat diri kita menjadi sama dengan yang lain. Misalnya dulu bangsa Israel/Yahudi merupakan bangsa pilihan Allah, karena itu bangsa lain tidak pantas untuk menerima keselamatan. Tetapi dalam perkembangannya keselamatan itu milik semua bangsa, apalagi bangsa Israel sendiri menolak keberadaan Yesus Kristus sebagai juru selamat. Paulus pun memperjuangkan umat yang bukan Yahudi agar mendapat perlakuan sama dengan orang Yahudi yang telah disunat. Berkat perjuangan Paulus, maka umat lainnya dapat diakui keberadaannya, dan dianggap setara dengan orang Yahudi (lihat Kis 15:1-21).

Salah satu contoh dalam pembauran adalah Ibu Theresa. Dia bukan orang India, tetapi mau melayani orang-orang terendah di India, yang seringkali oleh bangsanya sendiri pun sudah dianggap bukan manusia lagi. Apakah beliau hanya melayani umat Katolik ? Jelas tidak ! Yang dia layani mayoritas beragama Hindu. Ibu Theresa tidak membeda-bedakan bangsa, agama dan berbagai hal lainnya; bagi beliau semua manusia sama, mereka adalah ciptaan Tuhan, yang harus juga dikasihi oleh kita semua. Ibu Theresa adalah tokoh pembauran yang luar biasa.

Bila kita kembali ke kehidupan bermasyarakat di Indonesia, maka walaupun seringkali kita, sebagai orang Kristen, tidak diterima oleh sebagian besar saudara-saudara kita yang menjadi mayoritas di negara ini, kita tidak boleh melawan dan bertentangan dengan mereka, tetapi jangan juga menutup diri. Karena semua hal tersebut bertentangan dengan semangat cinta kasih yang diajarkan sendiri oleh Tuhan Yesus. Kita tetap harus berusaha untuk bermasyarakat dengan baik, melaksanakan seluruh kewajiban sebagai warganegara yang baik (ingat Yesus sendiri menganjurkan untuk tetap membayar pajak kepada Kaisar dalam Mat 22:15-22). Umat Kristen harus memiliki semangat pembauran, dan bersedia untuk terus membuka diri untuk menerima dan menghormati perbedaan. Coba bayangkan bagaimana bila di dunia ini tidak ada perbedaan, semua orang bermuka sama, berprilaku sama, hobi sama ... oh sungguh membosankan dunia ini.

Tuhan, terimakasih atas perbedaan yang telah kau ciptakan di dunia ini. Dengan demikian kami dapat belajar untuk melihat perbedaan, dan menghargai orang lain yang berbeda dengan kami. Bahkan dengan semangat kasihMu, kami harus terus mengasihi, menolong dan membantu siapa saja tanpa memandang bulu. Amin.

Catatan :

Artikel ini pernah dimuat di majalah Berita Umat Paroki Katedal Bogor tahun 2007.

Kamis, 07 Februari 2008

Acara PD SMF Februari 2008

Rabu pertama di bulan Februari 2008 bertepatan dengan Rabu Abu (tanggal 6 Februari 2008), karena itu untuk minggu pertama PD libur dan tidak ada kegiatan. Acara untuk minggu berikutnya adalah :

  • Tanggal 13 Februari 2008, acara akan diisi oleh renungan dengan tema “Berubah Total karena Kasih Allah” y ang akan disampaikan oleh Fr. Maxi.
  • Tanggal 20 Februari 2008, Bapak Endi Raharja (mantan Koordinator BPPKK KAJ) akan menyampaikan renungan dengan tema “Mengasihi Lebih Sungguh”.
  • Tanggal 27 Februari 2008 sampai dengan 26 Maret 2008 (lima kali pertemuan), akan diselenggarakan seminar Doa Penyembuhan Pribadi (DPP) dengan susunan acara sbb. :
    • 27 Feb : Doa Penyembuhan Rohani - D. Agus Goenawan
    • 05 Mar : Doa Penyembuhan Jasmani - Achsen Gumelar
    • 12 Mar : Doa Penyembuhan Bathin = Gerard Pola
    • 19 Mar : Doa Penyembuhan atas Kuasa Kegelapan - Edith Witoha
    • 26 Mar : Penyembuhan melalui Ekaristi - Rm. Sumardiyo, Pr.