Minggu, 17 Februari 2008

Makna Cap Go Meh bagi Umat Katolik

Perayaan Cap Go Meh itu ternyata banyak kembangannya. Perayaan di Indonesia mungkin sudah berbeda dengan perayaan di Taiwan, Hongkong, atau RRC sekali pun. Dalam seminar Cap Go Meh yang diselenggarakan PDPKK St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus pada hari Kamis, 14 Februari 2008, Rm. Hendra Suteja, SJ mengatakan bahwa sebenarnya perayaan Cap Go Meh itu merupakan perayaan hadirnya terang / bulan purnama yang pertama setelah musim semi (Imlek), yang dirayakan dengan makan onde yang berisi wijen, memasang lentera beraneka ragam, memasang kembang api dan petasan. Semua aktivitas tersebut dapat dengan leluasa diikuti oleh seluruh umat Katolik. Kita boleh berperan serta dalam kebahagiaan umat lain (Kong Hu Cu dan Budha) yang sedang merayakan Cap Go Meh tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya ternyata perayaan Cap Go Meh mulai terkait dengan mengundang ‘Dewa Kemakmuran’ untuk datang memberikan rejeki kepada umat-umat yang menantikannya di bumi. Di Bogor khususnya juga ada perayaan injak bara, potong lidah, gotong Toa Pe Kong dan lain-lain. Perayaan yang seperti ini boleh ditonton, tapi tidak boleh diikuti, terutama potong lidah dan injak bara.

Waktu ditanya apakah umat Katolik boleh tidak menggotong Toa Pe Kong. Rm. Hendra dengan tenanga menjawab, bahwa selama intensi kita murni, ya ga apa-apa ikut menggotong karena tujuannya hanya untuk meramaikan. Tetapi jangan punya maksud … ah saya mau menggotong, jangan-jangan (atau siapa tahu) nanti saya dapat rejeki. Nah kalau ada maksud / intensi yang seperti ini bisa berbahaya. Janganlah ikut menggotong.

Artinya kalau kita memiliki iman yang kuat, silahkan ikut, tetapi bila tidak sebaiknya jangan !

Tidak ada komentar: